Rabu, 03 April 2013

Makalah Plasenta Previa



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya . Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus .
Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda . Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia kehamilan , namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang untuk mendapatkan pertolongan .
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan anterpartum apapun penyebabnya , penderita harus segera dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi . Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya.
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu 295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.  Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas.  Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum; kasus ini masih menarik dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal dan perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan. Di RS Parkland didapatkan prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark  (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta.

B.     Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Penulis mampu menyusun serta melakukan manajemen asuhan keperawatan secara langsung pada ibu hamil dengan plasenta previa.

2.    Tujuan Khusus
a.       Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada ibu hamil dengan plasenta previa.
b.      Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada ibu hamil dengan plasenta previa.
c.       Mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan plasenta previa.
d.      Mampu melakukan pelaksanaan keperawatan pada ibu hamil dengan plasenta previa.
e.       Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada ibu hamil dengan plasenta previa.



C.     Manfaat Penulisan
1.      Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan studi asuhan keperawatan  “Plasenta Previa” ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam  peningkatan kualitas asuhan keperawatan serta perkembangan ilmu praktek keperawatan di bidang plasenta previa.

2.      Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK )
Diharapkan dengan adanya laporan studi kasus Plasenta Previa ini, diharapkan dapat turut serta dalam meningkatkan perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta manajemen asuhan keperawatan dalam kasus ini.

3.      Bagi Institusi Layanan Pendidikan
Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa – mahasiswa dalam penguasaan materi dan kasus Plasenta Previa. Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit serta manajemen dalam tatalaksana kasus ini sangat menjadi pertimbangan kemampuan pencapaian kompetensi.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Laporan Pendahuluan
1.      Pengertian
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim. (Cunningham, 2006).
Plasenta Previa adalah plasenta berimplantasi, baik  parsial atau total pada sekmen bawah uteri dan terletak di bawah (previa) bagian presentasi bawah janin .(Lewellyn, 2001)
Plasenta previa plasenta yang letaknya apnormal, pada sekme uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pada jalanlahir (Mansjoer, 2001).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).

2.      Etiologi
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup :
a.       Perdarahan (hemorrhaging).
b.      Usia lebih dari 35 tahun.
c.       Multiparitas.
d.      Pengobatan infertilitas.
e.       Multiple gestation.
f.       Erythroblastosis.
g.      Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
h.      Keguguran berulang.
i.        Status sosial ekonomi yang rendah.
j.        Jarak antar kehamilan yang pendek.
k.      Merokok.
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
            Sedangkan menurut Kloosterman(1973),Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan . bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa , tidaklah selalu benar . Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir .Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.


3.      Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
a.       Melebarnya pertumbuhan plasenta :
1)      Kehamilan kembar (gamelli).
2)      Tumbuh kembang plasenta tipis.

b.      Kurang suburnya endometrium :
1)      Malnutrisi ibu hamil.
2)      Melebarnya plasenta karena gamelli.
3)      Bekas seksio sesarea.
4)      Sering dijumpai pada grandemultipara.

c.       Terlambat implantasi :
1)      Endometrium fundus kurang subur.
2)      Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi.

4.      Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
Plasenta previa adalah implantasi plasenta bawah rahim sehingga menutupi kanalisservikalis dan mengganggu proses persalinan  dengan terjadinya perdarahan.Zigotyang tertanam  sangat rendah dalam kavum  uteri, akan membentuk  plasenta yang pada awal mulanya  sangat berdekatan dengan ostimintenum. Plaseta yang letak nya demikian  akan diam di tempatnya sehingga terjadi  plasenta previa
Penurunan kepala janin yang mengakibatkan tertekan nya plaseta(apabila plaseta tumbuh di segmen bawah rahim ).Pelebaran pada segmen bawah uterus dan pembukaan  servikakan menyebabkan bagian plaseta yang diatas atau dekat ostium  akan terlepas dari dinding uterus.Segmen  bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan pada trisemester III. Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus berkontraksi seperti pada plasenta letak normal. ( Doengoes, 2000 ).











5.      Pathway



 



















                                                                                                                    




Smeltzere and Bare, 2001.


6.      Tanda dan Gejala
a.         Perdarahan tanpa nyeri.
b.         Perdarahan berulang.
c.         Warna perdarahan merah segar.
d.        Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
e.         Timbulnya perlahan-lahan.
f.          Waktu terjadinya saat hamil.
g.         His biasanya tidak ada.
h.         Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.
i.           Denyut jantung janin ada.
j.           Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
k.         Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
l.           Presentasi mungkin abnormal.

Jadi Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa nyeri biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Namun demikian, banyak peristiwa abortus mungkin terjadi akaibat lokasi abnormal plasenta yang sedngan tumbuh. Penyebab pendarahan perlu ditegaskan kembali. Kalau plasenta terletak pada ostium internum, pembentukan segmen bawah uterus dan dilatasi ostium internum tanpa bias dielakkan akan mengakibatkan robekan pada tempat pelekantan plasenta yang diikuti oleh pendarahan dari pembuluh- pembuluh darah uterus. Pendarahan tersebut diperberat lagi dengan ketidakmampuan serabut- serabut otot miometrium segmen bawah uterus untuk mengadakan kontaksi dan retraksi agar bias menekan bembuluh darah yang rupture sebagaimana terjadi secara normal ketika terjadi  pelepasan plasenta dari dalam uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat daerah pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala terhalang dan kemudian dapat terjadi pendarahan yang banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan dari tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat berlanjut setelah plasentah dilahirkan, mengingat segmen bahwa uterus lebih cendrung memiliki kemampuan kontraksi yang jelek dibandingkan korpus uteri. Sebagai akibatnya, pembuluh darah memintas segmen bahwa kurang mendapat kompresi. Pendarahan dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian bahwa uterus dan serviks yang rapuh, khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang melekat itu secara manual.
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
a.       Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
b.      Darah biasanya berwarna merah segar.
c.       Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
d.      Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
e.       Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
7.      Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu  atau derajat abnormalitas tertentu :
a.       Plasenta previa totalis : bila  ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
b.      Plasenta previa lateralis : ostium internum servisis bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
c.       Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir.
d.      Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan jalan lahir.
Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk mencoba memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium internum ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat.

8.      Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
a.       USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan teknik operasi yang akan dilakukan.
b.      Kardiotokografi (KTG) : dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.
c.       Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu.
d.      Sinar X : Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
e.       Pengkajian vaginal : Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
f.       Isotop Scanning : Atau lokasi penempatan placenta.
g.      Amniocentesis : Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.



9.      Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
a.       Pada ibu dapat terjadi :
1)      Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
2)      Anemia karena perdarahan
3)      Plasentitis
4)      Endometritis pasca persalinan

b.      Pada janin dapat terjadi :
1)      Persalinan premature
2)      Asfiksia berat

10.  Penatalaksanaan Medis
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu :
a.       Kaji kondisi fisik klien
b.      Menganjurkan klien untuk tidak coitus
c.       Menganjurkan klien istirahat
d.      Mengobservasi perdarahan
e.       Memeriksa tanda vital
f.       Memeriksa kadar Hb
g.      Berikan cairan pengganti intravena RL
h.      Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature
i.        Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan
Konservatif bila :
a.       Kehamilan kurang 37 minggu.
b.      Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c.       Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuhperjalanan selama 15 menit).


Perawatan konservatif berupa :
1)      Istirahat.
2)      Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
3)      Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
4)      Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
a.       Penanganan aktif bila :
1)      Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
2)      Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
3)      Anak mati
Penanganan aktif berupa :
a)      Persalinan per vaginam.
b)      Persalinan per abdominal.

Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a.       Plasenta previa marginalis
b.      Plasenta previa letak rendah
c.       Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
b.      Penanganan (pasif)
1)      Tiap perdarahan triwulan  III  yang lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT.
2)      Apabila  perdarahan  sedikit,  janin  masih  hidup,  belum  inpartus,  kehamilan  belum  cukup  37 minggu/berat  badan  janin  kurang  dari  2.500  gram  persalinan  dapat  ditunda  dengan  istirahat, obat-obatan; spasmolitik, progestin/progesterone, observasi teliti.
3)      Siapkan  darah  untuk  transfusi  darah,  kehamilan  dipertahankan  setua  mungkin  supaya  tidak prematur.
4)      Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.

Penatalaksanaan kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa dan janin prematur tetapi tanpa perdarahan aktif, terdiri atas penundaan persalinan dengan menciptakan suasana yang memberikan keamanan sebesar-besarnyabagi ibu maupun janin. Perawatan di rumah sakit yang memungkinkan pengawasan ketat, pengurangan aktivitas fisik, penghindaran setiap manipulasi intravaginal dan tersedianya segera terapi yang tepat, merupakan tindakan yang ideal. Terapi yang diberikan mencangkup infus larutan elektrilit, tranfusi darah, persalinan sesarea dan perawatan neonatus oleh ahlinya sejak saat dilahirkan.

Pada penundaan persalinan, salah satu keuntungan yang kadang kala dapat diperoleh meskipun relatif terjadi kemudian dalam kehamilan, adalah migrasi plasenta yang cukup jauh dari serviks, sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi permasalahn utama. Arias (1988) melaporkan hasil-hasil yang luar biasa pada cerclage serviks yang dilakukan antara usia kehamilan 24 dan 30 minggu pada pasien perdarahan yang disebabkan oleh plasenta previa.
Prosedur yang dapat dilakukan untuk melahirkan janin bisa digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu persalinan sesarea atau per vaginam. Logika untuk melahirkan lewat bedah sesarea ada dua :
a.       Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinakan uterus untuk berkontraksi sehingga perdarahan berhenti
b.      Persalinan searea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi serviks yang merupakan komplikasi serius persalinan per vaginam pada plasenta previa totalis serta parsial.













B.     Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.         Sirkulasi
1)    Anamnesa
Terjadi perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terjadi secara tiba-tiba, tanpa sebab yang jelas dan perdarahan dapat berlangsung berulang.
2)    Inspeksi
Pada inspeksi dapat dijumpai perdarahan pervagina darah berwarna merah terang, encer sampai meggumpal, pada perdarahan yang banyak ibu tampak pucat dan anemis.

b.        Seksualitas                                                                                
1)   Palpasi abdomen
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di pintu atas panggul. Tidak jarang terjadi kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak sungsang.
2)   Ultrasonogram
Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat tidak dapat menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin dan tidak menimbulkan rasa nyeri.

c.       Pemeriksaan in spekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum dari kelainan serviks dan vagina.






2.      Diagnosa Keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vascular berlebihan.
1)   Tujuan:
Setelah dilakuka tindakan keperawatan,inakecaran meningkat dan volume cairan kembali adekuat.
2)   Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat, dan haluaran serta berat jenis urinadekuat secara individual.







TINDAKAN/INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah. Lakukan penghitungan pembalut; timbang pembalut/pengalas.

Perkiraan kehilangan darah membantu mem­bedakan diagnosa. Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-­kira 1 ml darah.

Lakukan tirah baring. Instruksikan klien untuk menghindari Valsava manuver dan koitus.





Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme (yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat merangsang perdarahan.


Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan . panggul ditinggikan atau posisi semi-Fowler pada plasenta previa. Hindari posisi Trende­lenburg.

Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak; peninggian panggul menghindari kompresi vena kava. Posisi semi-Fowler’s memungkinkan janin bertindak sebagai tam­pon. Posisi Trendelenburg dapat menurunkan keadaan pernapasan ibu.

Catat tanda-tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna membran mukosa/kulit, dan suhu. Ukur tekanan vena sentral, bila ada.

Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah (TD) dan nadi adalah tanda-­tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi dan/atau terjadinya syok. Juga pantaukeadekuatan penggantian cairan.

Pantau aktivitas uterus, status janin, dan adanya nyeri tekan abdomen.

Membantu menentukan hemoragi dan kemungkinan hasil dari peristiwa hemoragi. Nyeri tekan biasanya ada pada kehamilan  topik yang ruptur atau abrupsi plasenta. Catat pilihan religius; dapat menolak penggunaan produk darah dan menetapkan kebutuhan terapi alternatif. Klien mungkin menginginkan pembaptisan hasil konsepsi pada kejadian aborsi.

Kolaborasi
Dapatkan/tinjau ulang pemeriksaan darah ayat: HDL, jenis dan pencocokan silang, titer Rh, kadar fibrinogen, hitung trombosit, APTT, P’I’, dan kadar HCG.

Menentukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi mengenai penye­bab. Ht harus dipertahankan di atas 30% untuk mendukung transpor oksigen dan nutrien.

Pasang kateter indwelling.
Haluaran kurang dari 30 ml/jam mcnandakan penurunan perfusiginja dan kemungkinan ter­jadinya nekrosistubuler. Haluaran yang tepat ditentukan oleh derajat defisit individual dan kecepatan penggantian.
Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap,
Meningkatkan volume darah sirkulasi dan me­ngatasi gejala-gejala syok.



b.    Perubahan perfusi jaringan,Uteroplasenta berhubungan dengan Hipovolemia




1)   Tujuan    :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ,perfusi jaringan adekuat
2)   Kriteria hasil      :
Mendemonstrasikan perfusiadekuat, dibuktikan oleh Denyut Jantung Janin dan tes nonstres reaktif (NST)

TINDAKAN/INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Perhatikan status fisiologis ibu, status sirku­lasi, dan volume darah.


Kejadian pendarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan menyebabkan hipo­volemia atau hipoksiauteroplasenta.
Auskultasi dan laporkan DJJ, catat bradikardia atau takikardia. Catat perubahan pada aktivitas janin (hipoaktivitas atau hiperaktivitas).

Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin. Pada awalnya, janin berespons pada penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan pe­ningkatan gerakan. Bila tetap defisit, bradi­kardia dan penurunan aktivitas terjadi.
Catat kehilangan darah ibu mungkin dan ada­nya kontraksi uterus.

Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif dalam mempertahankan kehamilan. Kehilangan darah ibu secara berlebihan me­nurunkan perfusi plasenta.

Catat perkiraan tanggal kehilangan (PTK) dan tinggi fundus.

PTK memberikan perkiraan untuk menentu­kan viabilitas janin.

Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.
Menghilangkan tekanan pada vena kava infe­rior dan meningkatkan sirkulasi plasenta/janin dan pertukaran oksigen.



Kolaborasi
Berikan suplemen oksigen pada klien.



Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk am­bilan janin. Janin mempunyai beberapa kapasitas perlekatan untuk mengatasi hipoksia dimana (1) disosiasiHb janin (melepaskan oksigen pada tingkat selular) lebih cepat dari pada Hbdcwasa, (Ian (2) jumlah sel darah merah janin lebih besar dari dewasa, sehingga kapasitas oksigen yang dibawa janin meningkat.
Lakukan/ulang NST sesuai indikasi.

Mengevaluasi secara elektronik respons DJJ terhadap gerakan janin, bermanfaat dalam menentukan kesejahteraan janin (tes reaktif) versus hipoksia (nonreaktif).


c.       Ketakutan berhubungan  dengan ancaman kematian (dirasakan atau actual) pada diri sendiri dan janin
1)   Tujuan    :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,klien dapat mengatasi rasa ketakutan
2)   Kriteria Hasil :  
Mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin, dan masa depan kehamilan mengenai yang sehat dan tidak sehat dan tidak sehat.
a)      Mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat.
b)      Mendemonstrasikan pemecahan masalah dan penggunaan sumber-sumber secara efektif.
c)      Melaporkan/menunjukan berkurangnya ketakutan  dan/atau perilaku yang    menunjukan ketakutan.



TINDAKAN/INTERVENSI
RASIONAL

Mandiri
Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan.

Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.
Pantau respons verbal dan nonverbal klien/pasangan.

Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien/pasangan.

Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif.

Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri.

Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis, dan beri kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan. Jawab pertanyaan dengan jujur.

Pengetahuan akan membantu klien mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih efektif. Informasi tertulis nantinya memungkinkan klien untuk meninjau ulang informasi karena akibat tingkat stres, klien tidak dapat mengasimilasi informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih baik serta menurunkan rasa takut.



d.      Risiko tinggi cedera terhadap ibu berhubungan dengan  Hipoksia jaringan/organ, profil darah abnormal, kerusakan sistem imun
1)   Tujuan             :
Setelah dilakukan tindaka keperawatan ,resiko cedera pada ibu dapat teratasi
2)   Kriteria hasil    :
a)      Tetap afebris
b)      Menunjukkan profil darah dengan hidung SDP, Hb, dan pemeriksaan koagulasiDBN Normal.
c)      Mempertahankan haluaranurin yang tepat untuk situasi individu



TINDAKAN/INTERVENSI
RASIONAL

Mandiri
Kaji jumlah darah yang hilang. Pantau tanda/gejala syok. (Rujuk pada DK : Kekurangan Volume Cairan (kehilangan aktif)

Hemoragi berlebihan dan menetap dapat mengancam hidup klien atau mengakibatkan infeksi pascapartum, anemia pascapartum, KID, gagal ginjal, atau nekrosishipofisis yang disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisi

Catat suhu, hitung SDP, dan bau serta warna rabas vagina, dapatkan kultur bila dibutuhkan.

Kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb meningkatkan risiko klien untuk ter­kena infeksi.

Catat masukan/haluaranurin. Catat berat jenis urin.

Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan haluaranurin. Lobus anterior hipofisis, yang membesar selama kehamilan, bila terjadi hemoragiberisiko terhadap sindrom: Sheehan. (Rujuk pada Bab 6, MK: Hemoragi Postpartum, DK: Perfusi Jaringan, perubahan.)



Periksa petekie atau perdarahan dari gusi atau sisi intravena pada klien.

Menandakan perbedaan atau perubahan pada koagulasi.
Berikan informasi tentang risiko penerimaan produk darah.

Komplikasi seperti hepatitis dan human immunodeficiency virus (HIV)/AIDS dapat tidak bermanifetasi selama perawatan di rumah sakit, tetapi mungkin memerlukan tindakan pada hari-hari berikutnya.

Kolaborasi
Dapatkan golongan darah dan pencocokan silang.


Meyakinkan bahwa produk yang tepat akan tersedia bila diperlukan penggantian darah.

Berikan penggantian cairan.
Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan carian atau syok.


e.       Resiko tinggi terhadap kelebihan caitan berhubungan dengan penggantian kehilangan cairan berlebih/cepat.
1)   Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperwata selama 2x24 jam  diharapka cairan dalam tubuh pasien normal dan tidak menunjukan gejala-gejala kelebihan cairan.
2)   Kriteria hasil :
a)      Tenda-tanda vital klien normal
b)      Cairan dalam tubuh normal

TINDAKAN / INTERVENSI

RASIONAL
Mandiri
pantau adanya peningkatan tekanan darah, nadi; catat tanda-tanda pernapasan seperti dispnea, krekels, atau ronki.

Bila penggantian cairan berlebih, gejala beban kerja sirkulasi berlebihan dan kesulitan pernafasan dapat terjadi.
Pantau dengan cermat kecepatan infuse secara manual atau secara elektronik. Catat masukan / haluaran. Ukur berat jenis urin.
Masukan dan haluaran harus kira-kira sama denga volume sirkulasi stabil. Haluaran urin meningkat dan berat jenis menurun bila perfusi ginjal dan volume sirkulasi kembali normal.
Kaji status neurologi, perhatikan perubahan prilaku atau peningkatan kepekaan.
Perubaha prilaku menandakan jumlah tanda awal dari edema serebral karena retensi cairan.
Kolaborasi
Kaji kadar Ht.

Kadar Ht dapat menandakan jumlah kehilangan darah dan dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan da keadekuatan pengganti.


f.        Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar, mengenai rasional hemoragi, prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
1)   Tujuan    :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ,pengetahuan klien bertambah.
2)   Kriteria hasil      :
a)      Berpartisipasi dalam proses belajar.
b)      Mengungkapkan, dalam istilah sederhana, patofisiologi dan implikasi situasi klinis.



TINDAKAN/INTERVENSI
RASIONAL

Kolaborasi
Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentu­kan untuk kondisi hemoragi. Beri penguatan informasi yang diberikan oleh pemberi. perawatan kesehatan lain.


Memberikan informasi, memperjelas kesala­han konsep„dan dapat membantu menurunkan stres yang berhubungan.

Berikan kesempatan bagi klien untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan  kesalahan konsep.

Memberikan klarifikasi dari konsep yang salah, identifikasi masalah-masalah, dan ke­sempatan untuk mulai mengembangkan keterampilan koping.

Diskusikan kemungkinan implikasi jangka ”pendek pada ibu/janin dari keadaan per­darahan.

Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi dan meningkatkan harapan rea­listis dan kerja sama dengan aturan tindakan.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada masa kehamilan , hampir seluruh tubuh wanita hamil mengalami perubahan. Untuk itu, perwatan prenatal yang baik sangat penting untuk mencegah timbulnya komplikasi yang menyertai kehamilan. Status kesehatan ibu hamil merupakan modal dasar kesehatan dan pertumbuhan generasi penerus, sehingga perlu perhatian serius untuk menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator pelayanan kesehatan di suatu daerah.
Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum).
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim. Gejala yang paling sering terjadi pada plasenta previa berupa pendarahan jadi kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa nyeri biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya.

B.     Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pengetahuan tentang masalah keperawatan di bidang Plasenta Previa dapat diatasi dan semakin menunjukkan peningkatan manajemen keperawatan. Selain itu Plasenta Previa merupakan sebuah keadaan abnormal dimana penyebabnya masih belum diketahui secara pasti, namun masih banyak keadaan pada Plasenta Previa yang masih belum mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal. Hal inilah yang diharapkan dapat berubah ke arah kemajuan dan dapat mengurangi terjadinya keadaan abnormal pada massa kelahiran dengan diadakannya penyuluhan kesehatan di bidang plasenta previa.

DAFTAR PUSTAKA
CarpeitoL.J, 2000, Diagnose Keperawatan, edisi 8, Jakarta : EGC
Novita.Fithya,2008, Asuhan Keperawatan Ny.W Hamil Trimester III Dengan Plasenta Previa di Ruang C RSUD Dr.DorisSylvanus Palangka Raya.
Marilynn E. Doenges and Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua. EGC. Jakarta.
Hamilton, Persis Mary, 1995, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC
Manuaba, Fajar, 2007, pengantar kuliah obsteri, Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar